APAKABARNEWS.COM – Beberapa waktu yang lalu media sosial dihebohkan oleh pernyataan Bupati Meranti H Muhammad Adil pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Optimalisasi Pendapatan Daerah di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau pada Kamis 8 Desember 2022.
Bupati mengkritisi pemerintah pusat dalam pembagian dana bagi hasil (DBH) produksi minyak yang diberikan oleh Kemenkeu yang nilainya dianggap kecil.
Di video tersebut H. Muhammad Adil menjelaskan bahwa Meranti merupakan daerah termiskin di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68 persen.
Padahal wilayah ini merupakan penghasil minyak mentah, di video tersebut Bupati Meranti ini tampak sangat geram karena merasa wilayahnya diperlakukan tidak adil.
Baca Juga:
Pemkab Siak Dafarkan 2.889 Pekebun Sawit untuk Perlindungan BPJS, 2024 Anggarkan untuk 3.850 Pekebun
Akhirnya Menkeu Sri Mullyani Resmi Umumkan Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Khususnya dalam pembagian DBH pengeboran minyak hingga mempertanyakan isi Kementrian Keuangan itu iblis atau setan.
Sungguh sangat disayangkan respon dari Kemenkeu tidak mencerminkan empati sebagai negarawan dan tidak menyentuh substansi.
Yang menjadi sumber keresahan Muhammad Adil yaitu Meranti adalah Daerah termiskin padahal penghasil minyak mentah.
Yang dipersoalkan adalah kekesalan Bupati Meranti yang bertanya bahwa pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diisi iblis atau setan.
Kementrian Keuangan diwakili Staf Khusus Kemenkeu yaitu Yustinus Prastowo memberi pernyataan.
Baca Juga:
Mahasiswa Universitas Baiturrahmah Dibekali Keahlian Pasar Modal Lewat Pelatihan SKKNI yang Inovatif
Rilispers.com Pasarkan Publikasi Press Release di 150+ Portal Berita Milik Sapulangit Media Center
Tanggapi Wamentan Sudaryono, BGN Punya Prinsip Berikan Makanan Sesuai dengan Komposisi Bahan Lokal
Bahwa Kementerian Keuangan juga telah mengalokasikan pada 2022, transfer ke daerah dana desa Rp 872 miliar atau 75 persen APBD Meranti atau empat kali lipat PAD Meranti sebesar Rp 222 miliar.
Yustinus Prastowo pun menuntut Bupati Meranti ini untuk minta maaf secara terbuka dan melakukan klarifikasi agar tidak terjadi penyesatan publik secara lebih luas.
Sebagai penyelenggara negara harus mencari jalan keluar untuk menjawab keresahan dari Bupati Meranti ini karena pernyataan yang disampaikan oleh Bupati Meranti mewakili keresahan rakyat di daerahnya.
Jawaban dari Stafsus Kemenkeu ini hanya seperti lari dari masalah karena pernyataan tersebut tentunya tidak akan menyelesaikan akar permasalahannya.
Baca Juga:
Bahas Swasembada 2028, Zulhas Kumpulkan Kementerian dan Badan di Bawah Kemenko Bidang Pangan
Apalagi menurut Muhamad Adil bahwa DBH yang diterima hanya Rp 115 miliar, naiknya cuma Rp 700 juta saja.
Liftingnya naik, asumsinya 100 dolar (AS) per barel lah naiknya (DBH) cuma Rp 700 juta.
Tentunya sangat wajar jika Bupati Meranti geram. Dan justru ini patut diapresiasi sebagai bentuk perjuangan Bupati Meranti untuk mensejahterakan rakyatnya.
Kemenkeu tidak boleh terpancing dan harus tetap menanggapi dengan empati dan kepala dingin untuk memecahkan persoalan yang diangkat oleh Bupati Meranti ini.
Harus ada percakapan lebih jauh terkait solusi atas persoalan tersebut sehingga Meranti bisa berkembang lebih baik dan layak sebagai daerah penghasil minyak.
Oleh: Achmad Nur Hidayat, (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute).***