APAKABARNEWS.COM – Selama kurun waktu 1990-2019 terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, namun juga semakin melebar kesenjangan kesehatan antar daerah.
Selain kesenjangan, masyarakat juga masih menghadapi beban penyakit menular maupun penyakit tidak menular.
Kenyataan tersebut mencuat dari laporan studi yang dipublikasikan The Lancet Global Health November 2022 berjudul: The state of health in Indonesia’s provinces, 1990–2019.
Studi ini merupakan analisis beban penyakit secara sistematis dan komprehensif yang pertama untuk seluruh provinsi di Indonesia.
Studi dilakukan berdasarkan data GDB (Global Burden of Disease) 2019. GBD adalah penelitian epidemiologi global terlengkap mengenai tingkat kesehatan di 204 negara, dan kini telah memasuki tahun ke-30.
Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan 2012-2014, menjadi penulis pertama laporan hasil studi tersebut yang ditulis bersama oleh 69 peneliti dari berbagai negara yang tergabung dalam GBD 2019 Indonesia Subnational Collaborators.
Studi berdasarkan data GDB tahun 2010 hingga 2019, yakni sebelum pandemi Covid-19. Hal ini menjadi penting karena merupakan analisis terhadap pembangunan kesehatan di Indonesia selama 3 dekade, sebelum keadaannya berubah karena pandemi Covid-19.
Sebagai program selanjutnya, GBD akan melakukan penelitian mengenai keadaan setelah Covid-19, hingga dapat dibandingkan data kesehatan sebelum dan setelah pandemi baik pada tingkat nasional maupun daerah.
Kesenjangan Kesehatan
Angka harapan hidup (life expectancy) merupakan suatu indikator utama tingkat kesehatan. Angka harapan hidup adalah rata-rata tahun seseorang diperkirakan akan hidup.
Dilaporkan dalam kurun waktu 1990 hingga 2019 secara nasional angka harapan hidup meningkat:
• Angka harapan hidup laki-laki dari 62,5 tahun menjadi 69,4 tahun yakni meningkat 6,9 tahun.
• Angka harapan hidup perempuan dari 65,7 tahun menjadi 73,5 tahun, yakni peningkatan 7,8 tahun.
Namun masih dalam laporan studi tersebut, kalau ditinjau per propinsi terlihat kesenjangan yang besar antara lain pada data tahun 2019:
• Angka harapan hidup laki-laki yang tertinggi adalah di Bali sebesar 74,4 tahun sedangkan yang terendah di Papua yaitu 64,5 tahun hingga terdapat kesenjangan sebesar 9,9 tahun.
• Angka harapan hidup perempuan yang tertinggi adalah di Kalimantan Utara sebesar 77,7 tahun sedangkan yang terendah di Maluku Utara yaitu 64 tahun hingga terdapat kesenjangan sebesar 13,7 tahun.
Angka harapan hidup berdasarkan perbandingan antar propinsi pada tahun 2019 menunjukkan:
• Angka harapan hidup laki-laki:
o Tertinggi terdapat pada propinsi Bali, Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.
o Terendah terdapat pada propinsi Papua, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Bangka Belitung, dan Sulawesi Tenggara.
• Angka Harapan hidup perempuan:
o Tertinggi terdapat pada propinsi Kalimantan Utara, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta.
o Terendah terdapat pada propinsi Maluku utara, Gorontalo, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Barat.
Dari perbandingan angka harapan hidup tertinggi dan terendah tampak jelas kesenjangan antara wilayah Indonesia bagian barat dengan bagian timur.
Selain itu berdasarkan studi tersebut, terlihat pola kesenjangan yang konsisten pada indikator kesehatan lainnya yang diamati.
Terlihat kesenjangan antar propinsi pada data Angka Harapan Hidup Sehat (Healthy Life Expectancy / HALE) maupun juga pada data Tahun Hidup Yang Hilang (Years of Life Lost / YLLs), Tahun Hidup Dengan Kecacatan (Years Lived with Disability /YLDs), maupun Tahun Hidup Yang Hilang akibat kematian Dini, Sakit, dan Kecacatan (Disability-Adjusted Life-Years / DALYs):
Kesenjangan di bidang kesehatan tersebut sudah berlangsung sejak 1990-an dan cenderung semakin membesar.
Temuan pada studi ini diharapkan dapat menjadi identifikasi untuk mengatasi kesenjangan taraf kesehatan antar wilayah di Indonesia.
Beban Ganda Penyakit
Selain terjadi kesenjangan, hasil studi ini berdasarkan data Tahun Hidup Yang Hilang akibat kematian Dini, Sakit, dan Kecacatan di Indonesia pada 2010 hingga 2019 menunjukkan:
• Penyakit tidak menular dan faktor risiko yang menimbulkannya merupakan penyebab terbesar kematian dini, sakit dan kecacatan.
Penyakit tidak menular yang paling banyak meliputi stroke, penyakit jantung iskemik, dan diabetes.
Sedangkan faktor risiko utama yang menimbulkan penyakit adalah tekanan darah tinggi, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kadar gula darah yang tinggi, dan kelebihan berat badan.
• Penyakit menular meskipun menunjukkan penurunan, namun penyakit menular seperti TBC, diare, dan infeksi saluran pernapasan masih merupakan penyebab utama kematian dini, sakit, dan kecacatan.
Dengan demikian Indonesia menghadapi beban ganda penyakit (double burden of diseases) yakni menghadapi penyakit tidak menular dan juga masih menghadapi penyakit menular.
Beban ganda yang terdiri atas beban karena penyakit tidak menular dan juga beban karena penyakit menular terlihat dari 10 penyebab terbesar kematian di Indonesia pada 2009 dan 2019 berdasarkan data GBD:
• Peringkat penyebab kematian terbesar di Indonesia pada 2009:
1. Stroke
2. Penyakit jantung iskemik
3. TBC
4. Sirosis hati
5. Diare
6. Diabetes
7. Kelainan neonatal
8. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
9. Infeksi saluran pernapasan bawah
10. Penyakit jantung karena hipertensi
• Peringkat penyebab kematian terbesar di Indonesia pada 2019:
1. Stroke
2. Penyakit jantung iskemik
3. Diabetes
4. Sirosis hati
5. TBC
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
7. Diare
8. Penyakit jantung karena hipertensi
9. Kanker paru
10. Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Dari data penyebab kematian, terlihat penyakit tidak menular merupakan penyebab terbesar kematian.
Baik di tahun 2009 maupun 2019, penyakit tidak menular stroke serta penyakit jantung iskemik tetap merupakan penyebab kematian terbesar.
Kemudian diabetes merupakan penyakit tidak menular yang meningkat peringkatnya dari no 6 di tahun 2009 menjadi no 3 di tahun 2019.
Penyakit menular sebagai penyebab kematian terlihat menurun peringkatnya, namun masih tetap termasuk penyebab kematian terbesar.
Terlihat penyakit menular TBC, diare, dan infeksi saluran pernapasan bawah sebagai penyebab kematian pada 2019 mengalami penurunan peringkatnya, namun masih tetap merupakan masalah.
Dalam transisi epidemiologi yang berlangsung di Indonesia berlangsung pengurangan penyakit menular, namun penyakit tidak menular semakin meningkat. Selanjutnya transisi epidemologi tersebut berlangsung secara tidak merata di pelbagai daerah.
Pada laporan studi tersebut disampaikan pula mengenai capaian program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.
Dikemukakan pula mengenai Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) yang dijalankan untuk mengatasi penyakit tidak menular.
Demikian juga dipaparkan mengenai Gerakan Masyarakat Hidup Sehat sebagai gerakan kesehatan masyarakat yang untuk keberhasilannya membutuhkan pendekatan multisektoral dan keterlibatan masyarakat lokal.
Rekomendasi Pembangunan Kesehatan
Diharapkan hasil studi ini dapat menjadi dasar bagi penyusunan perencanaan strategis bagi pengembangan kesehatan secara spesifik, sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.
Memang Indonesia merupakan negara berpenduduk terbanyak ke empat di dunia, dengan geografis yang luas dan bervariasi, serta kondisi sosial dan ekonomi yang beragam pula, hingga tidak mudah untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan membangun sistem kesehatan.
Studi ini merupakan hasil kolaborasi antara peneliti dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Pusat Statistik (BPS), dengan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Universitas Washington – Amerika Serikat selaku penyelenggara.
Para peneliti studi ini merekomendasikan 3 pendekatan strategis untuk mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia:
• Mengatasi faktor risiko utama penyebab penyakit yang mencakup diet yang tidak sehat, kebiasaan merokok, dan kelebihan berat badan.
• Meningkatkan asesibilitas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, terutama di daerah yang selama ini kurang mendapatkan pelayanan kesehatan.
• Memperhatikan determinan sosial yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Diharapkan 3 pendekatan tersebut dapat dijalankan sesuai dengan kondisi geografis, sosial kultural, kemampuan fiskal, serta infrastuktur yang terdapat di masing-masing wilayah.
Oleh: Dr Paulus Januar, drg, MS, CMC – pegiat kesehatan masyarakat.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Apakabarnews.com, semoga bermanfaat.