“Saya berharap pengurus bank Syariah hasil merger ini ditunjuk bukan karena pertimbangan politik jangka pendek, bukan lobi-lobi politik myopic.”
“Memang harus yang profesional dan kompeten. Menjauhi vested interest, dan lebih mementingkan kepentingan umat, bangsa dan negara. Dan, pengurusnya tidak semata memprioritaskan dari asal bank yang di merger. Tapi merekrut secara terbuka, transparan dan akuntabel,” tutur Mukhaer.
Adapun mengenai urgensi reformasi manajemen bank-bank Syariah melalu merger saat ini, Mukhaer menjelaskan bahwa awalnya, Ia berharap Pemerintah memilih salah satu di antara beberapa Bank Syariah berplat merah yang dikonversi menjadi bank Syariah unggulan dan berdaya saing global.
Namun, ternyata pemerintah lebih memilih tiga bank Syariah yang dimerger.
“Saya kira itu juga tidak ada masalah, kita harus support. Muhammadiyah sebagai salah satu entitas organisasi sosial yang memiliki Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan memiliki basis anggota puluhan juta orang dan bertebaran di seluruh Indonesia hingga dunia internasional, tentu harus mensupport keputusan itu.
Yang jelas, manajemen bank Syariah hasil merger langsung dihadapkan kepada masalah yang sangat serius dan bersifat extraordinary, uncertainty, complexity dan unprecedented yaitu pandemi Covid-19 yang multiplier efek sangat besar. Karena, manajemen harus mulai melakukan review dan revisi target pertumbuhan sama seperti perbankan yang lain,” terang Mukhaer.
Terakhir, Mukhaer memberikan catatan untuk Bank Syariah agar melakukan penerapan prosedur baru yang menjamin perbaikan pelayanan pada nasabah serta azas keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan dana nasabah.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya