APAKABAR NEWS – Pernyataan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Febuari 2022, bahwa salah satu biang kerok langka dan mahalnya minyak goreng disebabkan CPO (Crude Palm Oil) telah digunakan untuk program biodiesel.
Yaitu B30, sebanyak 10,15 juta kilo liter pada tahun 2022 atau 43% dari total konsumsi CPO dalam negeri, sebelumnya pada tahun 2021 sebanyak 9,41 juta kilo liter.
Terbukti, berbagai kebijakan oleh Kemendag untuk mengatasi kelangkaan dan kemahalan harga migor di negara produsen CPO terbesar didunia telah gagal.
Bahkan banyak dikomentari bahwa negara telah dipencundangi oleh oligarki sawit.
Baca Juga:
Kejagung akan Konfrontasikan Keterangan Airlangga Hartarto dengan Mantan Mendag Muhammad Lutfi
Kemudian, Dirut Pertamina Nicke Widyawati telah mengakui juga, bahwa untuk memproduksi B100 di kilang bisa dan berhasil dilakukan, namun harganya yang tidak ekonomis.
Hal tersebut, diucapkan Nicke dilansir pada Pertamina Energia Weekly pada 29 Maret 2022. Dia mengatakan Pertamina saat ini baru bisa menjalankan B30 dari blending Solar 70% dan FAME 30%.
Namun kilang Pertamina sudah bisa memproduksi B100, tapi harga sawitnya ini, jika Pertamina jual B100 gak ada yang bisa beli, harganya mahal, kata Nicke.
Namun sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 24 Maret 2022 dengan bangga menyatakan di media.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Klaim Tak Pernah Terima Bocoran Dokumen dari Pimpinan KPK
Pertamina Catat Peningkatan Konsumsi BBM, LPG, dan Avtur Pada Natal 2021
Bahwa program mandatori B30 nilai pasarnya pada tahun 2021 mencapai USD 4 miliar atau setara Rp 57 triliun (asumsi 1 USD = Rp 14.300), kita berhasil menjalankan program B30 sudah mencapai 11, 7 % dari bauran energi baru terbarukan (EBT), kata dia.
Hal itu diucapkan Arifin Tasrif, disaat gencar wacana peninjauan ulang program B30 menjadi B20, akibat CPO dianggap termasuk faktor penyebab utama meroketnya harga minyak goreng di pasar.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya